Smartwo

Berita

REDUKSI TIGA DOSA BESAR PENDIDIKAN MELALUI P5: BANGUNLAH JIWA DAN RAGANYA

REDUKSI TIGA DOSA BESAR PENDIDIKAN MELALUI P5: BANGUNLAH JIWA DAN RAGANYA Anna Amalia Candra Utami Pelajar SMAN 2 Slawi           Quaden Bayles menangis. Ratapan “aku ingin mati” dari bocah 9 tahun itu pada kenyataanya hanya membunuh perasaan ibunya saja. Tidak kepada kita, ketika seluruh dunia akhirnya mendengar tangisan bocah yang mengidap dwarfisme ini. 22 Februari 2020, beredar video Quaden menangis di dalam mobil ketika dijemput ibunya di sekolah. “Give me a rope, I want to kill my self,” ujar Quaden. Ia berulang kali memohon agar seseorang membunuhnya saja. Ibunya, Yarraka Bayles, selama ini menyimpan tangis anaknya di ruang privasinya. Namun kali itu, ia memutuskan untuk memberitahu dunia, bahwa tangis anaknya bisa saja bernada sama dengan anak-anak lain yang menderita karena perundungan.             Benar saja, saudara saya pernah bercerita peristiwa sebagai penyintas bullying, masih dengan detil yang jelas meskipun sudah terlewat beberapa tahun. Sewaktu SMP, saudara saya menjadi korban pengeroyokan geng pelajar lain sekolah gara-gara masalah sepele. Kebetulan mereka anak sekitar SMPnya. Sedangkan ia perantau lain kecamatan. Jadilah ia sasaran empuk pembuktian kekuatan gangster wannabe mereka. Beberapa hari ia dicari dan diancam. Posisi ketika itu ia kelas 3 SMP, mulai persiapan UN. Fokusnya hancur. Setiap hari ia ketakukan. Setiap detil rasa takut, bunyi bel pulang sekolah, beranda tempat berjalan, dan suasana riuh selasar depan sekolah pinggir jalan raya semuanya terekam jelas dalam ingatan hingga sekarang. Rasa mual ketika akhirnya gerombolan itu datang dan mencegat ia tepat di mulut gerbang sekolah masih bisa ia rasakan. Dan teriakan ancaman, cengkeraman di kerah baju, dorongan kiri kanan, hantaman tinju bertubi-tubi, serta teman-teman sekolah yang hanya diam saja melihat ia dikeroyok di muka umum masih jelas terekam dalam ingatan. Ia ingat sekali, ia hanya menunduk memegangi kepala. Menangkis sebisanya. Rasa takut membuat bibirnya kelu untuk berteriak. Dan rasa malu membuat ia menangis tanpa setetes air matapun yang menetes. Pukulan mereka memang tidak pernah bener-benar melukai wajahnya. Katanya, terasa sakit pun tidak. Tapi hantamannya benar-benar mendarat tepat di mentalnya, di harga dirinya, dan meninggalkan bekas yang begitu dalam. Melihat wajah mereka setiap lewat depan sekolah selalu membuat ia bergidik dan mual. Bahkan berbulan bulan setelah akhirnya mereka mengakhiri konflik karena mereka telah puas. Setiap detil trauma itu tetap membekas. Meski telah terlewat 15 tahun, gigi berantakan berwarna kuning milik salah seorang diantara mereka masih lekat dalam ingatan. Kisah ini tetap tersimpan tanpa pernah ada orang dewasa yang tahu ketika itu.          Nyatanya, pelajar masa kini lebih rentan mengalami kesehatan mental dan kenakalan akibat perkembangan media sosial. Menurut survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, 15,5 juta atau 34,8% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental dan menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada awal 2024 ada 141 aduan kekerasan anak, ironisnya 35 % di antaranya terjadi dilingkungan sekolah. Jika ditingkatkan perjenjang pendidikan, siswa SD merupakan korban bullying terbanyak yaitu 26% disusul oleh siswa SMP 25% dan siswa SMA 18,75%. Permasalahan ini semakin menjadi perhatian utama karena dampaknya yang sangat signifikan terhadap kesejahteraan dan prestasi akademik mereka. Pelajar sering mengalami stres akademik yang tinggi, kecemasan, dan depresi akibat tekanan dari tugas, ujian, ekspektasi sosial kepada mereka. Perundungan di sekolah baik secara langsung maupun melalui sosial media, juga merupakan masalah yang serius yang mengganggu kesehatan mental. Ditambah lagi jika ada isolasi sosial dan ketidakstabilan keluarga dapat menambah beban emosional mereka. Saat mereka dihadapkan dengan posisi seperti ini ditambah dengan emosinya belum cukup stabil, mereka bisa saja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan nyawa mereka sendiri.               Di dalam dunia pendidikan, dikenal dengan istilah tiga dosa besar yang merupakan permasalahan serius yang mengancam keamanan dan kesejahteraan peserta didik di lingkungan sekolah. Kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi merupakan masalah yang tidak hanya mengganggu proses pembelajaran, tetapi juga membahayakan masa depan generasi penerus bangsa. Dalam pelaksanaan pengimplementasian Kurikulum Merdeka, terdapat beberapa problematika seperti kasus-kasus tertentu dan menunjukkan permasalahan serius bagi sektor pendidikan. Problematika disini tidak hanya berkaitan dengan kompetensi belajar peserta didik saja, melainkan pembentukan karakter siswa (Susilawati & Sarifun, 2021).  Kasus agresif dan perilaku tidak pantas yang ditunjukkan oleh peserta didik di lingkungan sekolah bermacam-macam, diantaranya Bullying atau perundungan, Intoleransi dan Kekerasan Seksual. Menurut Dewi (2020), Bullying atau perundungan merupakan situasi dimana telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh seseorang ataupun kelompok dengan tujuan untuk merugikan ataupun menyakiti orang lain. Di dalam permasalahan ini sekolah juga memiliki peranan yang tidak kalah penting untuk membentuk karakter siswa agar tidak terjadinya kemerosotan moral pada generasi penerus bangsa. Program seperti pendidikan karakter perlu dibudidayakan di lingkungan sekolah dan masyarakat.untuk membentuk karakter atau moral yang baik dan mencegah tiga dosa besar dalam pendidikan itu sendiri.           Setidaknya, kisah Sam Berns dapat menjadi inspirasi tentang bagaimana support system dapat sangat berarti bagi para penyintas bullying. Sam Berns, seorang anak laki-laki yang manghadapi progeria–sebuah kondisi langka yang menyebabkan penuaan dini yang membuat kulit wajah Sam menipis dan keriput,serta pertumbuhan gigi yang terlambat, rambut kepala dan bulu yang rontok. Dalam TEDx Talk-nya tahun 2014 Sam mengatakan penyakit yang di idapnya menyerang hanya sekitar 350 anak di dunia. Menjadi salah satu pengidap syndrome progeria tentu bukanlah hal yang mudah. Apalagi dengan perbedaannya yang terlihat jelas,beberapa perkataan yang kurang mengenakan,ejekan atau bahkan sikap diskriminatif tidak dapat terpungkiri. Jika kita sadar orang yang memiliki perbedaan yang tidak terlihat saja masih bisa mendapatkan perlakuan yang kurang baik. Namun bukan ini yang Sam cerita ia justru membagikan “My Philosophy For a happy life”. Dikelilingi oleh orang-orang tulus dalam mendorong dan mendukungnya,ketebukaan untuk bercerita,dan berada dilingkungan yang positif dapat mempengaruhi kebahagiaan dan ketahanan mental seseorang. Prinsip inilah yang memiliki relenvansi dalam konteks pendidikan mengenai tiga dosa besar dalam pendidikan. kurangnya dukungan psikologis di sekolah membuat pelajar sulit mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran, menyediakan dukungan psikologis yang memadai, dan menerapkan program kesejahteraan yang komprehensif untuk mendukung kesehatan mental pelajar secara efektif.        Salah satu langkah konkret yang diambil oleh sekolah penulis SMAN 2 slawi untuk mereduksi tiga dosa besar dalam pendidikan adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran P5 bertema Bangunlah Jiwa dan Raganya. Melalui kampanye media sosial dan

Integrasi Hasthalaku Dalam P5 Kearifan Lokal Sebagai Sarana Penguatan Identitas Budaya Siswa

INTEGRASI HASTHALAKU DALAM P5 KEARIFAN LOKAL SEBAGAI SARANA PENGUATAN IDENTITAS BUDAYA SISWA Nadzifah Varda Munandar Pelajar SMA Negeri 2 Slawi Identitas budaya, penting tidak, sih?           Sebut saja Raden, kebiasaannya yang suka menyendiri ini kerap membuat orang enggan untuk mengajaknya berinteraksi. Asik bermain gawai saat diajak mengobrol, hanya berdeham ketika ada teman yang menyapa dengan senyuman, bahkan ketika hendak melewati guru pun ia tak mengucap kalimat permisi. Terkesan individualis, bolak-balik ia ditegur untuk memperbaiki sikap dan lebih terbuka. Coba kalian bayangkan, ketika memiliki teman sepertinya, apa yang akan kalian rasakan?           Tak jarang, pada masa kini, Sebagian besar siswa merasa berat untuk sekedar mengucap kata maaf, terimakasih, dan meminta tolong. Tersenyum saat bertemu dengan teman pun mereka tak mau, apalagi menunduk ketika melewati orang yang lebih tua dari mereka. Padahal sikap sederhana seperti inilah yang menjadi bentuk penerapan nilai-nilai kesantunan dalam diri seseorang. Namun, sayangnya degradasi identitas budaya ini terjadi secara massif. Sebuah riset berjudul “Pandangan Pemuda terhadap Pentingnya Tata Krama dan Budaya Pendidikan Anak Usia Dini” dimana respondennya merupakan remaja di kisaran usia 17-19 tahun memberikan Gambaran mengenai dekadensi identitas budaya ini. Dalam penilitian tersebut, tergambar bahwa 31,1% pelajar jarang mencium tangan orang yang lebih tua, 46,6% jarang membungkukkan badan ketika lewat di depan orang yang lebih tua, bahkan sejumlah 6,7% menyatakan tidak pernah. Lalu 66,7% mengaku sering melihat para pelajar berkata kotor atau kasar, dan 51% pelajar tidak lagi menggunakan kata “permisi” ketika melewati seseorang.           Pandemi, bagaimanapun, telah mengubah banyak hal. Profesor Yuval Noah Harari dalam essainya berjudul “The World after Coronavirus” yang diterbitkan di Majalah Financial Times menggambarkan saat ini umat manusia berada dalam laboratorium sosial berskala besar. Semua berada pada situasi darurat yang menuntut respon perubahan yang serba cepat. Upaya besar-besaran dalam penanggulangan wabah kemudian berimbas pula pada permasalahan interaksi sosial. Tuntutan isolasi menjadikan manusia terklasifikasi sesuai dengan bias yang bersumber dari pola pikir mereka. Pola pikir itu sendiri terbentuk dari hasil dogma-dogma dan skemata yang sudah ditanamkan jauh sebelum pandemi ini terjadi. Kurangnya interaksi sosial tersebut mengakibatkan kurangnya dialektika dan kemampuan nalar kritis remaja di masa pandemi yang kemudian berpengaruh pada krisis jati diri. Mulai lunturnya jati diri di kalangan pelajar ini berimbas terhadap penurunan pemahaman akan identitas nasional dan budaya bangsa indonesia. Sumarsono (2000:2) menjelaskan bahwa kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi pula dalam pola pikir, sikap dan tindakan Identitas budaya diartikan sebagai suatu ciri berupa budaya yang membedakan suatu bangsa atau kelompok masyarakat dengan kelompok yang lainnya. Identitas budaya inilah yang akan menjadi sebuah penanda yang melekat pada suatu bangsa sehingga dapat menjadi pembeda. Identitas ini adalah landasan negara dan alat untuk mempersatukan bangsa. Tanpa adanya identitas nasional negara, suatu bangsa pastinya akan sulit untuk dipersatukan dan berjalan bersama. Identitas ini tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya serta adat istiadat masyarakat. Esensi identitas budaya dapat dilihat pada kondisi-kondisi seperti nilai-nilai etika, moral, maupun kebiasaan masyarakat yang sudah berlaku secara turun temurun.           Globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi menjadi salah satu katalis dekadensi identitasi budaya di kalangan remaja. Dasim Budimansyah (2010: 1) menjelaskan bahwa globalisasi menjadikan kalangan muda bangsa Indonesia lebih tertarik pada budaya baru yang ditawarkan oleh budaya luar sekolah dibandingkan dengan budaya Indonesia yang ditanamkan di sekolah. Banyak dari kalangan generasi muda yang menganggap bahwa budaya Barat lebih terkesan modern, menyebabkan mereka cenderung lebih memilih untuk mengikuti dan menirunya dibanding dengan budaya bangsa sendiri. Misalnya pada cara bersikap, berpakaian, berbicara, hingga pola dan gaya hidup. Ini terjadi karena mereka lebih menyukai hal-hal yang bersifat kekinian dan sangat bergantung pada internet. Padahal, perkembangan  teknologi  mempunyai  kelemahan  yaitu kurangnya     pemahaman     terhadap     diegetika     sehingga     menimbulkan     perilaku menyimpang  yang  dapat  berujung  pada  merosotnya  moralitas  bangsa (Budi  Ismanto  et al., 2022).           Di tengah kekhawatiran akan dekadensi moral dan identitas budaya di kalangan remaja ini, Program Sekolah Adipangastuti memberikan konsepsi konkret mengenai bagaimana seharusnya pendidikan karakter itu dilakukan. Melalui penerapan Hastalaku, yang bersumber pada kearifan budaya Jawa yang luhur. Program ini bergerak sebagai benteng dari maraknya 3 dosa besar pendidikan dan pencegahan akan lunturnya identitas budaya indonesia.           Sejalan dengan Program Sekolah Adipangastuti, SMA Negeri 2 Slawi kemudian mengintegrasikan program Hastalaku dalam kurikulum P5  Kearifan Lokal yang berfokus pada pengembangan karakter dan nilai-nilai budaya. Pembelajaran P5 ini kemudian mengusung tema: “Menelusur Kearifan Budaya Tegalan” pada siswa kelas XI. Fokus projek ini adalah pada penelusuran dan pendokumentasian nilai-nilai luhur budaya lokal yang terwujud dalam ragam kesenian, upacara adat, tradisi, maupun kuliner. Setiap kelompok siswa ditugaskan melakukan penelusuran dan pendokumentasian elemen-elemen kearifan lokal dari komunitas mereka—mulai dari ritual adat, kuliner, kesenian, dan budaya luhur dalam lingkup lokal Tegal. Tidak hanya belajar tentang sejarah dan budaya mereka, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam konteks kehidupan modern.           Kearifan lokal merujuk pada pengetahuan, praktik, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh komunitas lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Teori dan konsep mengenai kearifan lokal melibatkan berbagai disiplin ilmu, termasuk antropologi, sosiologi, dan pendidikan. Daryono (2009) dalam bukunya berjudul Kearifan Lokal dan Konservasi Sumber Daya Alam mengemukakan bahwa kearifan lokal mencakup pengetahuan dan praktik yang telah berkembang dalam masyarakat sebagai hasil dari interaksi antara komunitas dengan lingkungan mereka. Kearifan ini berfungsi untuk mengelola sumber daya alam, menjaga keharmonisan sosial, dan melestarikan budaya lokal. Integrasi nilai Hastalaku dalam pembelajaran P5 Kearifan Lokal sebagai sarana penguatan identitas budaya siswa, SMA Negeri 2 Slawi kemudian mengambil beberapa langkah. Pertama, melibatkan semua pihak terkait—termasuk guru, siswa, dan komunitas lokal—dalam merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang mengintegrasikan Hastalaku. Kedua, sekolah menyelenggarakan workshop, seminar, atau kunjungan ke komunitas lokal untuk memberikan pengalaman langsung dan memperdalam pemahaman siswa tentang budaya mereka. Siswa juga diajak untuk terlibat dalam proyek berbasis kearifan lokal yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, seperti penelitian atau pembuatan karya seni tradisional, pembuatan buku, serta pembuatan film dokumenter. Terakhir, evaluasi berkala terhadap program ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan area yang memerlukan perbaikan.           Para

Implementasi Budaya Hastalaku dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter (Pendikar) di SMA Negeri 2 Slawi

Implementasi Budaya Hastalaku dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter (Pendikar) di SMA Negeri 2 Slawi Slasi Widasmara, S.Pd. Pengajar SMA Negeri 2 Slawi         Saya berdiri di depan kelas, melihat wajah-wajah para siswa yang sepertinya berada jauh dari jangkauan saya, meskipun mereka duduk hanya beberapa meter di depan. Senyum, sapaan hangat yang dulu saya temui setiap pagi, kini terasa seperti kenangan jauh. Para siswa datang ke sekolah dengan kepala tertunduk, mata mereka sibuk pada layar ponsel, jarang ada yang menyapa, bahkan sekadar melempar senyuman. Budaya yang dulu kami junjung tinggi, senyum, salam, sapa, perlahan menghilang.          Pandemi telah mengubah banyak hal. Sekolah dibuka kembali setelah sekian lama ditutup, dan kami berharap bahwa interaksi sosial dan kehangatan yang dulu terjalin akan kembali. Namun, kenyataan berkata lain. Bukannya semakin akrab, mereka justru semakin menjauh satu sama lain. Mata mereka tidak lagi bertemu saat bicara, sapaan yang dulu ringan terlontar sekarang jarang terdengar. Awalnya, kami mengira itu hanya sementara, bahwa keadaan akan kembali normal. Tapi semakin lama, saya menyadari sesuatu yang lebih mendalam telah berubah. Kebiasaan saling peduli dan interaksi yang tulus perlahan terkikis, digantikan oleh dunia maya yang begitu mendominasi kehidupan mereka.            Di lingkungan rumah, para orang tua tidak jarang bercerita, dengan nada prihatin, bahwa anak-anak mereka tak lagi menunjukkan rasa hormat yang sama seperti dulu. Anak-anak lebih sering mengurung diri di kamar, sibuk dengan ponsel dan internet. Kalimat “monggo, nderek langkung,” atau “maturnuwun” seakan menjadi kalimat asing. Padahal, dalam budaya Jawa, nilai-nilai kesopanan ini adalah pilar yang mengikat kita sebagai masyarakat yang penuh tata krama.              Menurut Taryati et al (1995:71), tata krama atau sopan santun adalah suatu cara aturan yang diwariskan dan berkembang di dalam budaya masyarakat yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain untuk menjalin keakraban, saling pengertian, dan saling menghormati sesuai dengan adat yang telah ditetapkan. Dalam sebuah penelitian berjudul “Pandangan Pemuda terhadap Pentingnya Tata Krama dan Budaya Pendidikan Anak Usia Dini”, diperoleh gambaran yang cenderung mengarah pada penurunan kualitas penghayatan dan penerapan tata krama dalam keseharian pemuda. Dari responden dengan rentang usia 16-19 tahun, diperoleh data bahwa pada studi kasus mlaku mbungkuk ketika lewat di depan orang yang lebih tua, 46,7% remaja menjawab “kadang-kadang” dan bahkan 6,7% diantaranya menjawab “tidak pernah”. Demikian pula pada studi kasus dimana para responden diminta untuk memberikan pendapatnya mengenai seberapa sering mereka melihat para pelajar yang selalu mengucapkan permisi ketika melewati seseorang, responden mengaku jarang dan hanya kadang-kadang melihat kebiasaan seorang pelajar yang mengucapkan permisi. Lalu pada studi kasus dimana responden diminta pendapat mengenai seberapa sering mereka melihat para pelajar yang sering berkata kotor atau kasar. Berdasarkan hasil kuesioner dapat diketahui bahwa mayoritas responden mengaku sering melihat para pelajar berkata kotor atau kasar. Gambaran penilitian ini menjadi kekhawatiran bersama mengenai terkikisnya karakter positif di kalangan pelajar. Mengapa fenomena ini bisa terjadi?           Menurut Setiawan (2010), terdapat dua faktor yang menjadi penyebab remaja melakukan penyimpangan perilaku kesopanan tersebut, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri remaja tersebut, yaitu remaja yang sangat ingin diperhatikan sehingga melakukan hal apapun untuk mencapai tujuannya bahkan hal tersebut cenderung menyimpang dari perilaku kesopanan yang terjadi di masyarakat. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar remaja itu sendiri, seperti faktor dari lingkungan sosial, orang tua, dan sekolah. Namun, jika dicermati lebih mendalam, faktor terbesar yang mempengaruhi perubahan perilaku remaja adalah pesatnya perkembangan teknologi infomasi. Wahyudi dan Sukmawati (2014) menyatakan bahwa perkembangan teknologi juga mempengaruhi nilai-nilai budaya yang dipercaya oleh masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Salah satunya ialah menyebabkan pudarnya perilaku kesopanan pada kalangan remaja akibat masuknya pengaruh budaya asing melalui media informasi yang diakses oleh remaja di internet, salah satu contohnya ialah penggunaan bahasa gaul dari budaya asing yang tidak jarang di dengar melalui media informasi kemudian diterapkan oleh remaja terhadap lingkungannya serta adanya kecenderungan minat dari remaja untuk meniru segala sesuatu yang di lihatnya dari tokoh masyarakat yang mereka sukai tanpa membedakan mana perilaku yang baik atau buruk dalam penerapan perilaku kesopanan di lingkungannya. Budaya asing ini lalu diadopsi oleh para remaja tanpa ada penyaringan terlebih dahulu, lalu mengadaptasinya pada kehidupan sehari-hari tanpa memilah mana yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan perilaku kesopanan yang ada di Indonesia.         Pesatnya kemajuan teknologi dan siginfikannya perkembangan zaman ini juga memunculkan fenomena generation gap yang membuat usaha mengembalikan remaja pada norma kesopanan menjadi tidak mudah. Meminjam istilah Prof Abdullah Padang dalam refleksi kritisnya “MENGAPA ANAK MILENIAL BERTINDAK BEGITU DI SEKOLAH?”, ada gap-mindset yang membentang di antara guru (dan orangtua) dan anak didik yang membuat seringnya muncul konflik yang “ada-ada saja”. Ada skema kognisi yang meleset. Misal, skema guru tentang bentuk murid itu bulat, membuat murid yang muncul dengan bentuk kotak, atau segitiga, atau hexagon, adalah anomali. Respon yang muncul sama-sama defensif. Dan ketika anak berani bersuara untuk menunjukkan bahwa ia segitiga, karena yang dia lihat adalah menjadi-bukan-bulat-itu-boleh-saja dan ada beragam bentuk lain di luar sana, justru mendapat penolakan dari orang dewasa yang tetep kekeuh pada skema bulatnya. Akhirnya tanggapan yang sering muncul justru, Aanak jaman sekarang memang begitu, tidak tahu adat”. Sedangkan pertanyaan anak tentang “Kok gitu sih?” hampir tidak pernah dijawab sama sekali.             Ernest Hemingway dalam memoar A Moveable Feast berkata bahwa yang tua akan dieleminasi yang muda. Pola ini terjadi hampir di setiap zaman. Namun para pendidik seharusnya dan selamanya berada diantaranya. Guru dan orang tua harus mengambil peran ditengah sebagai jembatan penghubung bagi generasi muda yang powerful tapi gegabah ini untuk meniti jalan menjadi pribadi dewasa yang terdidik. Mungkin guru sudah kalah informatif dibanding google, kalah luas pergaulan dari Instagram, dan kalah aktual dari twitter. Tapi pendidik punya sesuatu yang tidak mungkin digantikan teknologi: sentuhan. Sentuhan lembut lewat teladan, gesture, dan dialog yang setara akan bermakna mendalam bagi generasi yang terlalu kenyang informasi ini. Maka, program Penguatan Pendidikan Karakter (Pendikar) menjadi relevan untuk dilakukan. Program ini menjadi program wajib tahunan di SMA Negeri 2 Slawi pasca-pandemi. Sejalan dengan penerapan Kurikulum Merdeka dimana sekolah

Prestasi FLS2N 2024

Kepada Para Juara FLS2N 2024 SMA Negeri 2 Slawi Atas nama Keluarga Besar SMA Negeri 2 Slawi, Kami mengucapkan selamat yang tak terhingga atas prestasi gemilang yang diraih oleh para peserta didik dalam ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2024. Keberhasilan ini merupakan buah dari kerja keras, dedikasi, dan talenta luar biasa yang dimiliki oleh para juara. Dedikasi para guru pembimbing dan dukungan penuh dari seluruh civitas SMA Negeri 2 Slawi juga tak dapat dipungkiri dalam mengantarkan para juara meraih prestasi ini. Prestasi ini menjadi bukti nyata komitmen SMA Negeri 2 Slawi dalam mencetak generasi muda yang berprestasi, tidak hanya di bidang akademik, tetapi juga di bidang seni. Kami bangga atas capaian luar biasa ini dan berharap para juara dapat terus berkarya dan membawa nama harum SMA Negeri 2 Slawi di kancah yang lebih tinggi. Kepada para juara, kami ucapkan selamat sekali lagi. Teruslah berkarya dan raihlah mimpi-mimpimu setinggi langit. Kalian adalah inspirasi bagi seluruh siswa SMA Negeri 2 Slawi. Bagi para siswa yang belum berhasil, jangan berkecil hati. Tetaplah semangat berlatih dan teruslah mengasah bakat kalian. Masih banyak kesempatan di masa depan untuk meraih prestasi. Mari kita jadikan prestasi ini sebagai motivasi untuk terus maju dan berkembang bersama, demi kemajuan SMA Negeri 2 Slawi dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Sekali lagi, selamat! Salam Kreatif dan Prestasi,

SIRANDU, KOLABORASI ANTARA SMA N 2 SLAWI, FT UNNES DAN IKATAN KELUARGA ALUMNI SMANDAWI

SLAWI-Pada hari Sabtu (13/04/240) 5 siswa SMA Negeri 2 Slawi, dalam kemitraan yang inspiratif dengan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES) serta dukungan kuat dari Ikatan Alumni SMA Negeri 2 Slawi, membuat sebuah teknologi berupa alat penyiram tanaman dan pembesaran ikan terpadu. Kolaborasi ini menandai langkah maju dalam memperkuat keterlibatan sekolah dan perguruan tinggi dalam mempromosikan inovasi dan pengembangan teknologi di tingkat lokal. Dalam acara Reuni Akbar Alumni SMA N 2 Slawi pada Minggu (14/04/24) sebuah acara pertemuan alumni yang dihadiri oleh alumni dari tahun 80 sampai dengan 2023, staf pengajar, dan perwakilan siswa,  proyek kolaboratif ini diumumkan dan di pamerkan sebagai langkah konkret dalam memajukan pertanian dan perikanan yang berbasis teknologi. Proyek ini bertujuan untuk mengatasi beberapa tantangan utama dalam pertanian dan perikanan modern, termasuk efisiensi penggunaan air, pemantauan kondisi lingkungan, dan optimalisasi pertumbuhan tanaman dan ikan. Alat yang dikembangkan dilengkapi dengan sensor-sensor canggih dan teknologi otomatisasi yang memungkinkan penyiraman tanaman yang efisien dan pengelolaan lingkungan akuaponik yang tepat. Salah satu aspek yang paling menarik dari proyek ini adalah perpaduan teknologi dan keberlanjutan. Alat penyiram tanaman akan otomatis mengeluarkan air jika sensor kelembepan yang ada di dalam tanah bereaksi, yaitu ketika tanah kering air akan langsung menyiram sedangkan ketika tanah basah air akan otomatis berhenti, hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan air, di dalamnya juga terdapat biopori yang berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi tanah yang ada di dasar juga mencegah banjir di dalam wadah ketika terkena hujan serta bisa menjadi tempat pembuangan sampah daun kering untuk menjadi pupuk kompos. Sementara sistem pembesaran ikan dilengkapi dengan sensor ketinggian air, katup pelimpah juga penyaringan air agar air tetap dalam keadaan bersih. Dalam percobaan pertama ini kami menggunakan tanaman jahe yang memiliki banyak manfaat dan ikan koi untuk pembesaran ikan. Ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung pertanian dan perikanan berkelanjutan. Dekan dari Fakultas Teknik UNNES yang juga merupakan alumni SMA N 2 Slawi juga menyampaikan antusiasme nya terhadap proyek tersebut, menyatakan, “Kami harap adik-adik bisa termotivasi dan juga bisa mengembangkan alat ini lebih baik lagi kedepannya.” Ucap Bapak Prof. Dr. Wirawan Sumbodo MT Kolaborasi antara SMA Negeri 2 Slawi, Fakultas Teknik UNNES, dan Ikatan Alumni SMA Negeri 2 Slawi dalam pembuatan alat penyiram tanaman dan pembesaran ikan terpadu tidak hanya mewakili langkah penting dalam pengembangan teknologi lokal, tetapi juga menunjukkan potensi yang luar biasa ketika institusi pendidikan dan masyarakat bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan berkelanjutan.   Author : Rafidah Nur Sa’adah

Prestasi SNBP 2024

Kepada seluruh peserta didik SMA Negeri 2 Slawi yang telah berhasil lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2024, baik melalui jalur prestasi maupun jalur raport, Atas nama keluarga besar SMA Negeri 2 Slawi, kami mengucapkan selamat atas pencapaian yang luar biasa ini! Keberhasilan kalian merupakan buah dari kerja keras, dedikasi, dan semangat belajar yang tinggi selama ini. Kalian telah menunjukkan prestasi yang gemilang dan mengharumkan nama SMA Negeri 2 Slawi. Kami bangga atas keberhasilan kalian! Bagi para peserta didik yang lolos melalui jalur prestasi, keberhasilan ini merupakan bukti nyata dari talenta dan kemampuan luar biasa yang kalian miliki. Prestasi kalian di berbagai bidang, baik akademik maupun non-akademik, telah mengantarkan kalian ke gerbang perguruan tinggi impian. Bagi para peserta didik yang lolos melalui jalur raport, keberhasilan ini menunjukkan kegigihan dan ketekunan kalian dalam belajar. Nilai-nilai yang kalian peroleh selama ini telah mengantarkan kalian ke tahap selanjutnya dalam perjalanan pendidikan kalian. Pencapaian kalian ini menjadi inspirasi bagi seluruh peserta didik SMA Negeri 2 Slawi. Teruslah bersemangat dan raihlah cita-cita kalian setinggi langit! Kami yakin kalian akan terus sukses dan berkarya di perguruan tinggi nantinya. Sekali lagi, selamat kepada seluruh peserta didik SMA Negeri 2 Slawi yang telah lolos SNBP 2024! Kami doakan semoga kalian selalu diberikan kesehatan, kekuatan, dan kelancaran dalam studi di perguruan tinggi. SMA Negeri 2 Slawi Jaya!

Prestasi Pencak Silat 2024

Selamat Kepada M.Musyaffa Al Ghiffari (kelas X.8) dan Dhiya Nurusshofa (kelas X.6) karena meraih Juara 1 Putra dan Putri Seni Tunggal tangan kosong Kejuaraan Jawara Pemalang tingkat Nasional, yang digelar pada 1-3 maret 2024 di Randudongkal – Pemalang.

FOURFOE FUTSAL GURU SMA/SMK

Pada hari Sabtu, 27 Januari 2024, dalam rangka Kegiatan Silaturahmi Guru SMA/SMK Kabupaten Tegal yang bertempat di Gor Trisanja Slawi. SMA Negeri 2 Slawi mengukir prestasi gemilang yaitu Juara 2 dalam Kegiatan “Fourfeo Futsal 2024”. Selamat kepada tim futsal smandawi yang diikuti oleh : Drs.Boy Sueharto Priyo pranoto p,S.pd Jurit Ratmoko, S.Pd. Slasi Widasmara,S.Pd Irfan Fathurohman,S.Pd.Gr Demizda Khilman Fiddin,S.Pd Dani Mufti Chairul Anam,S.Pd Agil Wicaksono, S.Pd Sukarno